Thursday, 29 March 2012

“SIPAKAINGE” dan “SIPAKALEBBI”


Jika berbicara tentang adab dan akhlaq, maka akan kita jumpai budaya lokal kita akan banyak yang sejalan dengan ketetapan-ketetapan (syariat) Islam! Norma dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat menggambarkan tetang kearifan dan kehormatan yang dijunjung tinggi oleh seluruh anggota masyarakat. Contoh kongkritnya adalah petuah yang selalu disampaikan oleh orang tua kita yang menjadi kearifan yang ditanamkan sejak dini kepada generasinya “Sipakainge dan sipakalebbi.
Sipakainge! Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah saling menasihati. Sebuah petuah yang begitu indah dan mulia.menjadi kata hebat yang tersebar luas di masyarakat Bugis (Bone, Soppeng Wajo, Sinjai) khususnya.
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Diyn’ adalah nasihat! . . . ” kalimat agung yang diucapkan oleh manusia termulia. Menggambarkan kedudukan Sipakainge (nasihat) sebagai bagian terbesar tatanan kehidupan manusia! Kalimat tersebut merupakan implementasi dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al muddatsir : 2)”
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (Adz Dzariyat : 55)”

Betapa agung kedudukan saling nasihat menasihati ini, sampai-sampai Allah sebutkan dalam banyak ayat tentang pentingnya menasihati dan memberi peringatan.
Sebuah atsar dari Umar bin al Khattab disebutkan, “Sesungguhnya muslim terhadap muslim lainnya ibarat cermin.” Hal ini menggambarkan tentang sikap memberi nasihat dan peringatan sebagai sifat muslim terhadap muslim lainnya.
Akan tetapi, Sipakainge tidaklah berdiri sendiri, selalu ada kata yang menyertainya yakni sipakalebbi yang artinya saling menghormati. Sebab jika menasihati tanpa adanya sikap menghormati maka bisa jadi kebaikan yang diharapkan akan berbuah bencana dan kebencian dikarenakan nasihat yang disampaikan tidak dengan cara yang bijak dan baik.
Padahal, banyak kisah yang diceritakan baik dalam Al Quran, hadits, maupun kisah-kisah orang terdahulu dan masa kini tentang nasihat yang disampaikan mestinya degan cara yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An nahl : 125)
Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). (Muhammad : 21)
Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Thaha : 43-44)

Bahwa ucapan yang baik itu adalah perkataan yang paling berhak untuk diucapkan dan tidak diperintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang buruk lagi keji bahkan perkataan keji lagi buruk menuai hasil yang buruk pula. Sedangakan perkataan yang buruk Allah sifatkan dengan perumpamaan:

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (Ibrahim : 26)

Dalam hadits disebutkan pula :
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang menyebabkannya dicampakkan ke dalam seperti jarak timur dan barat” (Muttafaqun Alaih)
Sungguh ucapan yang dimaksud adalah ucapan yang buruk berupa ucapan-ucapan kesyirikan dan ucapan-ucapan yang zholim!

Semoga catatan singkat ini menjadi pencerahan dan nasihat kepada kita. Sebagai upaya untuk mengembalikan kearifan lokal yang sudah semakin jauh dari kehidupan sehari-hari dalam mengarungi bahtera hidup ini. Dan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon agar Ia memudahkan kita untuk bertutur kata yang Ma’ruf (Baik) dan menjauhkan kita dari ucapan yang Mungkar (Buruk) dalam keseharian kita secara umum dan dalam “sipakainge/saling menasihati” dan “sipakalebbi/saling menghormati” khususya.

Salam Ukhuwah

0 Tanggapi:

Post a Comment