Jika
berbicara tentang adab dan akhlaq, maka akan kita jumpai budaya lokal kita akan
banyak yang sejalan dengan ketetapan-ketetapan (syariat) Islam! Norma dan aturan
yang berlaku di dalam masyarakat menggambarkan tetang kearifan dan kehormatan
yang dijunjung tinggi oleh seluruh anggota masyarakat. Contoh kongkritnya
adalah petuah yang selalu disampaikan oleh orang tua kita yang menjadi kearifan
yang ditanamkan sejak dini kepada generasinya “Sipakainge dan
sipakalebbi.”
Sipakainge!
Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah saling menasihati. Sebuah
petuah yang begitu indah dan mulia.menjadi kata hebat yang tersebar luas di
masyarakat Bugis (Bone, Soppeng Wajo, Sinjai) khususnya.
Rasulullah
sallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Diyn’ adalah nasihat! . . . ” kalimat
agung yang diucapkan oleh manusia termulia. Menggambarkan kedudukan Sipakainge
(nasihat) sebagai bagian terbesar tatanan kehidupan manusia! Kalimat
tersebut merupakan implementasi dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“bangunlah,
lalu berilah peringatan!
(Al muddatsir : 2)”
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
(Adz Dzariyat : 55)”
Betapa
agung kedudukan saling nasihat menasihati ini, sampai-sampai Allah sebutkan
dalam banyak ayat tentang pentingnya menasihati dan memberi peringatan.
Sebuah
atsar dari Umar bin al Khattab disebutkan, “Sesungguhnya muslim terhadap muslim
lainnya ibarat cermin.” Hal ini menggambarkan tentang sikap memberi nasihat dan
peringatan sebagai sifat muslim terhadap muslim lainnya.
Akan
tetapi, Sipakainge tidaklah berdiri sendiri, selalu ada kata yang
menyertainya yakni sipakalebbi yang artinya saling menghormati.
Sebab jika menasihati tanpa adanya sikap menghormati maka bisa jadi kebaikan
yang diharapkan akan berbuah bencana dan kebencian dikarenakan nasihat yang
disampaikan tidak dengan cara yang bijak dan baik.
Padahal,
banyak kisah yang diceritakan baik dalam Al Quran, hadits, maupun kisah-kisah
orang terdahulu dan masa kini tentang nasihat yang disampaikan mestinya degan
cara yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An
nahl : 125)
Ta'at
dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka).
(Muhammad : 21)
Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut."
(Thaha : 43-44)
Bahwa
ucapan yang baik itu adalah perkataan yang paling berhak untuk diucapkan dan
tidak diperintahkan untuk mengucapkan kata-kata yang buruk lagi keji bahkan
perkataan keji lagi buruk menuai hasil yang buruk pula. Sedangakan perkataan
yang buruk Allah sifatkan dengan perumpamaan:
“Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”
(Ibrahim : 26)
Dalam hadits disebutkan
pula :
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan kalimat yang menyebabkannya dicampakkan ke dalam seperti
jarak timur dan barat” (Muttafaqun Alaih)
Sungguh ucapan yang dimaksud adalah ucapan
yang buruk berupa ucapan-ucapan kesyirikan dan ucapan-ucapan yang zholim!
Semoga catatan singkat ini
menjadi pencerahan dan nasihat kepada kita. Sebagai upaya untuk mengembalikan
kearifan lokal yang sudah semakin jauh dari kehidupan sehari-hari dalam
mengarungi bahtera hidup ini. Dan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita
memohon agar Ia memudahkan kita untuk bertutur kata yang Ma’ruf (Baik) dan
menjauhkan kita dari ucapan yang Mungkar (Buruk) dalam keseharian kita secara
umum dan dalam “sipakainge/saling menasihati” dan “sipakalebbi/saling
menghormati” khususya.
Salam Ukhuwah
0 Tanggapi:
Post a Comment