Tinggi rendahnya pendidikan sesorang bukanlah sebuah ‘alamat’ bahwa
akhlak dan perilakunya pun baik dan mulia. Fakta yang terjadi di lapangan
memberikan bukti kuat bagi kita bahwa orang-orang yang mengaku diri sebagai
kaum intelek (baca : Mahasiswa) namun tidaklah
mencerminkan dirinya sebagai sosok terdidik dan cendekia. Terutama ketika
menasihati pemimpin yang dalam lingkup dan cakupan kampus kita sebut sebagai
‘orang tua’ kita.
Melihat fenomena tersebut, ada keprihatinan di benak penulis untuk
menyampaikan sedikit risalah yag dituliskan oleh para ulama tentang tata cara
memberikan nasihat kepada orang pada umumnya dan pemimpin pada khususnya.
Ada
beberapa adab dalam memberikan nasihat:
1.
Ikhlas dalam menasehati orang,
yaitu hanya untuk mencari keridhoan Allah, melepaskan tanggung jawab dan agar
dilihat oleh orang, didengar, serta terkenal atau untuk menghina dan menyakiti
orang yang dinasehati.
2.
Menasehati orang hendaknya
dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut, sehingga orang yang
dinasehati terpengaruh dan menerima nasehatnya. Sebagaimana di firmankan Allah
:
"Ajaklah manusia kejalan tuhanMu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik". (TQS: An Nahl : 125)
3.
Orang yang dinasehati hendaknya
dalam keadaan menyendiri, sebab keadaan tersebut lebih kondusif untuk lebih
diterima nasehat, maka barang siapa yang menasehati saudaranya dalam keadaan
terbuka maka sesungguhnya ia telah memperburuk citranya dan barang siapa yang
mensehatinya dalam keadaan menyendiri maka ia telah memperbaikinya.
4.
Orang yang menasehati harus mengetahui
tentang apa yang akan dinasehatkan, dan mempertegas berita yang sampai
kepadanya (tentang orang yang dinasehati) sehingga dia mengingkari dan memerintahkan
sesuatu berdasarkan ilmu dan ini lebih kondusif bagi diterimanya nasehat.
5.
Hendaknya orang yang menasehati
memperhatikan keadaan orang yang akan dinasehati, maka jangan menasehati orang
pada saat dia sendiri sibuk dengan suatu urusan, atau dia berada di tengah teman-teman
dan kerabatnya, dan hendaklah mempertimbangkan perasaannya, kedudukaanya, pekerjaannya,
dan problematika yang sedang dihadapinya.
6.
Hendaknya orang yang memberikan
nasehat melaksanakan nasehat tersebut sebelum memberikan nasehat kepada orang
lain (TQS. An Nahl:125) sehingga ia tidak termasuk golongan orang-orang yang memberikan
nasehat sedangkan mereka melupakan dirinya, hal ini sebagaimana firman Allah
melalui lisannya Nabi Syuaib Alaihisalam:
"Aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan mengerjakan apa yang
aku larang"(TQS. Hud : 88) Orang yang memberikan nasehat
hendaknya bersabar terhadap bahaya yang terkadang mendatanginya, hal ini
sebagaimana nasehat Lukmanul Hakim kepada anaknya:
"Wahai anakku dirikanlah shalat dan perintahlah manusia mengerjakan
yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu"
Demikian Risalah singkat ini, semoga kita dapat mengambil
faedah yang banyak. Untuk kawan-kawan yang –merasa- “berjuang”! Fahami arti
perjuangan sehingga kalian tidak terjatuh dalam lembah kehinaan. Janganlah
terlalu banyak berceloteh tentang perkara yang kalian sendiri menganggapnya
hanya “ASUMSI”.
0 Tanggapi:
Post a Comment